MANAJEMEN KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Manajemen
Lembaga Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Hendro Widodo, M.Pd.
Di susun oleh:
KELOMPOK
7
1.
Mohamad Sholikin (09470107)
2.
Tri Pariyatun (09470111)
3.
Nur Setyaningsih (09470112)
4.
Sri Hartati (09470114)
5.
Nur Fitriana (09470116)
KI – C
JURUSAN
KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Manajemen didalam dunia pendidikan
ataupun bisnis memiliki peran penting untuk mengantarkan kemajuan organisasi. Menurut
Nanang Fatah dalam bukunya Landasan Manajemen Pendidikan, teori manajemen
mempunyai peran atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan
dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction). Dengan demikian, manajemen merupakan factor dominan
dalam kemajuan organisasi.[1]
Sebagai manusia sosial yang berada dalam
lingkungan bermasyarakat dan berorganisasi tentunya pasti akan mengalami
interaksi. Dalam proses interaksi ini manusia selalu dihadapkan dengan
konflik-konflik yang disebabkan oleh berbagai sumber. Manajemen merupakan pengorganisasian yang melibatkan
banyak orang dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu, tidak jarang di
dalam organisasi terjadi perbedaan pandangan, ketidakcocokan, serta
pertentangan yang terkadang menimbulkan banyak konflik. Dalam organisasi
manapun terdapat konflik, mulai dari konflik kecil hingga konflik besar, baik
secara tersembunyi maupun yang muncul secara terang-terangan. Begitu pula yang
terjadi didalam manajemen lembaga pendidikan islam.
Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini
kami akan sedikit memaparkan mengenai problematika manajemen konflik didalam
lembaga pesantren.
B. Rumusan masalah
Dari uraian diatas dapat ditarik pertanyaan:
1.
Apa yang dimaksud
dengan manajemen konflik dalam lembaga pendidikan islam?
2.
Problematika apa yang
terdapat di dalam manajemen konflik terutama di dalam lembaga pesantren ?
PEMBAHASAN
A. Makna Manajemen,
Konflik dan Manajemen Konflik
1.
Pengertian
Manajemen
Manajemen adalah:
a.
Manajemen
dalam arti luas : menunjuk pada rangkaian kegiatan
, dari perencanaan akan dilaksanakannnya kegiatan sampai penilaiannya.
b.
Manajemen
dalam arti sempit : terbatas pada inti kegiatan nyata, mengatur
atau mengelola kelancaran kegiatan, mengatur kecekatan personal yang melaksanakan,
pengaturan sarana pendukung, pengaturan dana, dan lain-lain, tetapi masih
terkait dengan kegiatan nyata yang sedang berlangsung.
c.
“Manajemen” dari bahasa
Inggris “ Administration”, sebagai “the
management of excecutive affairs”.
Dalam pengertian ini, manajemen
bukan hanya pengaturan yang terkait dengan
pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dan arti luas.[2]
Di
bawah ini terdapat beberapa pengertian mengenai manajemen, diantaranya:
a.
Menurut The Liang Gie dalam buku Manajemen
Pendidikan mengatakan: manajemen sebagai
seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan
pngontrolan terhadap sumber daya manusia dan alam untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. [3]
b.
Dalam kurikulum 1975
disebutkan bahwa manajemen adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan
semua sumber-sumber secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya
tujuan pendidika.
c.
Menurut Muljani A. Nurhadi, menyatakan bahwa
manajemen merupakan suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang brupa proses
pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi
pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya,
agar efektif dan efisien.[4]
Menurut hemat manajemen dapat juga
diartikan ke dalam tiga bagian yaitu usaha kerja sama, dalam sekelompok orang,
dan dalam menentukan tujuan tertentu yang ditetapkan sebelumnya.
2.
Pengertian
Konflik
Ditinjau dari akar katanya, istilah
konfllik berasal dari kata configrere atau conficium, yang artinya benturan menunjuk kepada semua
benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan, oposisi, dan
interaksi-interaksi yang bersifat antagonis. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa:
a.
Afzalur
Rahim menyatakan bahwa konflik dapat
didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan kedalam sikap
ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara entitas social,
seperti individu, kelompok, atau organisasi.
b.
Wahyosumidjo
yang mendefinisikan konflik secara lebih
simple, yaitu segala macam bentuk hubungan manusia yang mengandung sifat yang
berlawanan.[5]
Menurut hemat kami, dari kedua
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen konflik merupakan suatu langkah yang diambil oleh manajer
untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat
terwujud secara optimal.
B. Penyebab-Penyebab
Terjadi Konflik
1.
Adanya perbedaan
pendapat yang masing-masing merasa paling benar sehingga menimbulkan
ketegangan.
2.
Adanya salah paham.
3.
Salah satu atau dua
pihak merasa dirugikan.
4.
Terlalu sensitive.
Konflik yang terjadi di lembaga-lembaga
pada umumnya dikarenakan:
1.
Adanya perbedaan
persepsi terhadap suatu pekerjaan,
2.
Perbedaan sifat dan
karakteristik yang ada pada setiap individu,
3.
Terjadinya salah paham
dalam komunikasi,
4.
Perbedaan nilai,
pandangan dan tugas,
5.
Tidak menyetujui
terhadap butir-butir yang terdapat dalam hasil keputusan,
6.
Adanya frustasi dan
kejengkelan terkait dengan masalah pribadi yang dialaminya,
7.
Berkaitan dengan
pertanggungjawaban dalam kerja team,
8.
Persaingan
memperebutkan status/promosi, berkurangnya sumber-sumber tertentu.
C. Jenis-Jenis Manajemen
Konflik
Dalam manajemen knflik memiliki jenis
atau bentuk konflik yang sering terjadi dilapangan baik dari segi pelaku
ataupun dari perannya. Menurut G. Owens menyebutkan bahwa konflik dapat terjadi
antara seseorang atau unit-unit social yang disebut dengan konflik
interpersonal, intergroup, dan internasional. Adapun tingkatan dari manajemen
konflik itu sendiri terdiri dari:
1.
Konflik interpersonal,
suatu konflik yang terdiri didalam diri seseorang.
2.
Konflik intergroup,
suatu konflik yang terjadi antara dua individu atau lebih.
3.
Konflik intragroup,
konflik antara dua atau beberapa orang dalam satu group.
4.
Konflik intergroup,
konflik yang terjadai antar kelompok.
5.
Konflik intraorganisasi
konflik yang terjadi antarunit dalam organisasi.
6.
Konflik
interorganisasi, yaitu konflik yang terjadi aantar organisasi.[6]
Jenis dan bentuk konflik itu memiliki
implikasi dan konsikuensi bagi manajer lembaga pendidikan islam. Hal ini karena
mamajer memiliki peran yang fungsional dalam mengelola konflik dan diharapkan
mampu mengelolanya sebaik mungkin sehingga menghasilkan kepuasan bagi semua
pihak, terutama pihak yang berkonflik.
Adapun kegiatan-kegiatan atau
tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam manajemen konflik meliputi:
1.
Perencanaan analisis
konflik,
2.
Penilaian konflik, dan
3.
Pemecahan konflik.
D. Problematika Manajemen
Konflik dalam Pendidikan Islam di Lingkungan Pesantren
Di dalam sebuah konflik dapat
menimbulkan beberapa kemungkinan mengenai akibat-akibat atau resiko tertentu
dan bahkan bisa terdapat kemungkinan menimbulkan hal-hal yang positif. Konflik
yang dapat menguntungkan kegiatan organisasi atau perorangan apabila hal
tersebut dapat merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru untuk meningkat
efisiensi dan efektivitas kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah, dan
menjaga agar kelompok selalu memperdulikan berbagai kepentingan anggota. Oleh
karena itu, kemunculan sebuah konflik timbul tergantung pada manajemennya
sendiri.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh G.W. Alloprt yang dikutip oleh Hanson,
menyatakan bahwa semakin banyak sarjana social yang memaparkan bahwa konflik
itu sendiri bukan kejahatan, tetapi lebih merupakan suatu gejala yang memiliki
pengaruh-pengaruh konstruktif atau destruktif, tergantung pada manajemennya.[7]
Ada beberapa pandangan dalam konflik
yang menimbulkan perbedaan sehingga berpengaruh ganda konflik, diantaranya:
a.
Pandangan pertama
menganggap bahwa konflik merupakan suatu gejala yang membahayakan dan pertanda instabilitas
organisasi/lembaga.
b.
Pandangan kedua
beranggapan bahwa konflik itu menunjukkan adanya dinamika di dalam
organisasi/lembaga, yang bisa mempertahankan pada kemajuan.[8]
Dari kedua pandangan diatas terdapat
usaha memacu kemajuan sebagai respons positif terhadap adanya konflik tersebut.
Dengan demikian, dengan adanya kedua pandangan tersebut dapat disatukan dengan
sebuah kesepakatan yaitu adanya manajemen konflik.
Konflik itu muncul karena dipicu oleh
beberapa sumber. Menurut Wahjosumidjo yang
dikutip oleh Mujamil Qomar dalam bukunya yang berjudul manajemen pendidikan
islam menyebutkan bahwa” konflik itu sendiri terjadi selalu bersumber pada
manusia dan perilakunya, disamping pada struktur organisasi dan komunikasi”.
Khusus didalam lembaga pesantren, laporan hasil penelitian dari Hamdan Farchan dan Syarifudin menyatakan bahwa akar konflik didunia pesantren
berdasarkan dari konflik keluarga, konflik politik, perebutan pengakuan umat,
feodalisme, dan manajemen.[9]
Sebagaimana yang terjadi didalam pesantren
terdapat beberapa sumber konflik yang penyebabnya bersumber pada manusia. Hal
ini terjadi akibat dari tingkah laku manusia yang kurang sehat sehingga masalah
yang sederhana hmenjadi besar karena pengaruh dari berbagai provokasi.
Pemahaman “konflik” di lembaga pesantren selama ini lebih banyak diartikan
secara tradisional, yang menganggap bahwa konflik adalah hal yang tidak perlu
dan bahwasanya ia merupakan suatu yang merugikan. Dengan berlangsungnya waktu
sudah seharusnya sikap orang tentang konflik dalam pesantren mengalami
perubahan. Pandangan yang berlaku sekarang adalah bahwasanya konflik-konflik di
dalam pesantren merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dan bahkan
konflik-konflik itu perlu, terlepas dari bagaimana lembaga tersebut dimanaj,
didesain dan dioperasikan.
Kiranya tidak akan ada yang menyanggah
kebenaran pendapat yang menyatakan bahwa agar evektifitas lembaga dapat
dipertahankan dan kekompakan ditingkatkan, konflik yang timbul baik pada
tingkat individual, tingkat kelompok dan antar kelompok harus diselesaikan.
Penyelesaian dimaksud tidak harus berarti bahwa konflik dikurangi atau
dihilangkan sama sekali, melainkan dikelola (dimanaj) sedemikian rupa sehingga
meningkatkan efektivitas individu, kelompok dan organisasi.[10]
Menurut Mastuhu
(lihat Manfred Oepen, 1988;280-288) ada 10 prinsip yang berlaku pada pendidikan
di pesantren. Kesepuluh prinsip itu menggambarkan kira-kira 10 ciri utama
tujuan pendidikan pesantren, antara lain sebagai berikut:
- Memiliki
kebijaksanaan menurut ajaran agama Islam.
- Memiliki
kebebasan yang terpimpin.
- Berkemampuan
mengatur diri sendiri.
- Memiliki
rasa kebersamaan yang tinggi.
- Menghormati
orang tua dan guru.
- Cinta
kepada Ilmu.
- Mandiri.
Jika mengatur diri sendiri kita sebut otonomi, maka mandiri yang dimaksud
adalah berdiri atas kekuatan sendiri.
- Kesederhanaan. Dilihat secara lahiriah sederhana memang
mirip dengan miskin. Padahal yang dimaksud dengan sederhana di pesantren
adalah sikap hidup, yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi, secara
wajar, proporsional, dan fungsional.[11]
Secara lebih tegas
hendak kita mengusulkan agar dirancang kerjasama yang erat antara lembaga
pendidikan sekolah dengan pesantren. Secara lebih tegas diusulkan juga
hendaknya para pengeritik kiai dan atau pesantren berpikir lebih menegara
bahkan lebih mendunia; dengan cara berpikir seperti itu orang dapat memperoleh kemampuan
mendahulukan yang penting dan membelakangkan yang kurang penting. Dalam hal ini
rekayasa budaya yang Pancasialis lebih luas dampak positifnya ketimbang
menghilangkan hal-hal yang dianggap oleh sebagian orang sebagai bid’ah.[12]
Dalam lingkungan
pesantren ternyata memiliki tahapan tersendiri dalam menyelesaikan konflik yang
tidak lazim terjadai dilembaga pendidikan lainnya. Tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam penyelesaian konflik
melibatkan kultur yang telah mentradisi. Hal ini karena bagi mereka
tradisi merupakan jembatan dalam meminimalisasi konflik yang terjadi diantara
mereka. [13]
E.
Kelemahan dan Kelebihan
Didalam
menejemen konflik khususnya di lembaga pesantren terdapat beberapa kelebihan
dan kelemahan. Adapun kelebihannya meliputi adanya kegigihan dan kerjasama
antar pihak yang terkait terjadi kompromi dan
kolaborasi yang bertujuan untuk pemecahan masalah yang paling efektif.
Sedangkan kekurangan didalam lembaga pesantren suatu pemecahan masalah masih
bersifat tradisional karena tradisi bagi mereka memiliki posisi yang sangat
kuat dan fungsi yang jelas termasuk sebagai jembatan dalam meminimalisasi
konflik yang terjadi. Hal ini menyebabkan adanya pandangan buruk atau
ketidaklaziman dilembaga pendidikan lainnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan suatu langkah yang
diambil oleh manajer untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan
pendidikan dapat terwujud secara optimal. Konflik yang terjadi dikarenakan
adanya perbedaan pendapat yang masing-masing merasa paling benar sehingga
menimbulkan ketegangan, adanya salah paham, salah satu atau dua pihak merasa
dirugikan dan terlalu sensitive. Konflik dapat terjadi antara seseorang atau
unit-unit social yang disebut dengan konflik interpersonal, intergroup, dan
internasional. Konflik dapat menguntungkan kegiatan organisasi atau perorangan
apabila dapat merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru untuk meningkat
efisiensi dan efektivitas kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah, dan
menjaga agar kelompok selalu memperdulikan berbagai kepentingan anggota.
Konflik memiliki dampak positif tergantung manajemennya sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulyono.
Manajemen Administrasi dan Organisasi
Pendidikan . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2009.
Mustafidin,
Ahmad.”Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Lembaga Pendidikan
Islam (Studi Kasus Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal Jawa Tengah)”. Skripsi
S1 . Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo. 2004.
Qamar,
Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam .
Jakarta: Erlangga. 2007.
Suharsimi
Arikunto dkk, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta:
Aditya Media. 2009.
Tafsir,
Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Presfektif
Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1992.
[1]Mujamil Qamar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Erlangga 2007). Hal. 3
[2] Suharsimi Arikunto
dkk, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media 2009). Hal. 2
[3]Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi
Pendidikan (Yogyakarta: ar-ruzz media 2009). Hal. 17
[4]Suharsimi Arikunto dkk,
Manajemen …….. Hal. 3
[5] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 235.
[7] Ibid, hal 235
[8] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 236
[9] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 237
[10] Ahmad Mustafidin, 2004,
”Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
(Studi Kasus Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal Jawa Tengah)”. Skripsi
S1 . Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo.
[11] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Presfektif Islam
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1992). Hal 201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar