Senin, 08 Desember 2014

MANAJEMEN KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

MANAJEMEN KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Tugas ini dibuat guna memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Hendro Widodo, M.Pd.




Di susun oleh:
KELOMPOK 7
1.      Mohamad Sholikin            (09470107)
2.      Tri Pariyatun                     (09470111)
3.      Nur Setyaningsih              (09470112)
4.      Sri Hartati                                     (09470114)
5.      Nur Fitriana                       (09470116)
KI – C

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011




PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Manajemen didalam dunia pendidikan ataupun bisnis memiliki peran penting untuk mengantarkan kemajuan organisasi. Menurut Nanang Fatah dalam bukunya Landasan Manajemen Pendidikan, teori manajemen mempunyai peran atau membantu menjelaskan perilaku organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan (satisfaction). Dengan demikian, manajemen merupakan factor dominan dalam kemajuan organisasi.[1]
Sebagai manusia sosial yang berada dalam lingkungan bermasyarakat dan berorganisasi tentunya pasti akan mengalami interaksi. Dalam proses interaksi ini manusia selalu dihadapkan dengan konflik-konflik yang disebabkan oleh berbagai sumber. Manajemen  merupakan pengorganisasian yang melibatkan banyak orang dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu, tidak jarang di dalam organisasi terjadi perbedaan pandangan, ketidakcocokan, serta pertentangan yang terkadang menimbulkan banyak konflik. Dalam organisasi manapun terdapat konflik, mulai dari konflik kecil hingga konflik besar, baik secara tersembunyi maupun yang muncul secara terang-terangan. Begitu pula yang terjadi didalam manajemen lembaga pendidikan islam.
Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini kami akan sedikit memaparkan mengenai problematika manajemen konflik didalam lembaga pesantren.
B.     Rumusan masalah
Dari uraian diatas dapat ditarik pertanyaan:
1.      Apa yang dimaksud dengan manajemen konflik dalam lembaga pendidikan islam?
2.      Problematika apa yang terdapat di dalam manajemen konflik terutama di dalam lembaga pesantren ?
PEMBAHASAN
A.    Makna Manajemen, Konflik dan Manajemen Konflik
1.      Pengertian Manajemen
Manajemen adalah:
a.       Manajemen dalam arti luas : menunjuk pada rangkaian kegiatan , dari perencanaan akan dilaksanakannnya kegiatan sampai penilaiannya.
b.      Manajemen dalam arti sempit :  terbatas pada inti kegiatan nyata, mengatur atau mengelola kelancaran kegiatan, mengatur kecekatan personal yang melaksanakan, pengaturan sarana pendukung, pengaturan dana, dan lain-lain, tetapi masih terkait dengan kegiatan nyata yang sedang berlangsung.
c.       “Manajemen” dari bahasa Inggris “ Administration”, sebagai “the management of excecutive affairs”.  Dalam pengertian ini,  manajemen bukan hanya pengaturan yang terkait dengan  pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dan arti luas.[2]
Di bawah ini terdapat beberapa pengertian mengenai manajemen, diantaranya:
a.       Menurut The Liang Gie dalam buku Manajemen Pendidikan  mengatakan: manajemen sebagai seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pngontrolan terhadap sumber daya manusia dan alam untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. [3]
b.      Dalam kurikulum 1975 disebutkan bahwa manajemen adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber-sumber secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidika.
c.       Menurut Muljani A. Nurhadi, menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang brupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.[4]
Menurut hemat manajemen dapat juga diartikan ke dalam tiga bagian yaitu usaha kerja sama, dalam sekelompok orang, dan dalam menentukan tujuan tertentu yang ditetapkan sebelumnya.
2.      Pengertian Konflik
Ditinjau dari akar katanya, istilah konfllik berasal dari kata configrere atau conficium,  yang artinya benturan menunjuk kepada semua benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, pertentangan, oposisi, dan interaksi-interaksi yang bersifat antagonis. Beberapa pendapat menyatakan bahwa:
a.       Afzalur Rahim menyatakan bahwa konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan kedalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara entitas social, seperti individu, kelompok, atau organisasi.
b.      Wahyosumidjo yang mendefinisikan konflik secara lebih simple, yaitu segala macam bentuk hubungan manusia yang mengandung sifat yang berlawanan.[5]
Menurut hemat kami, dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen konflik merupakan suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.

B.     Penyebab-Penyebab Terjadi Konflik
1.      Adanya perbedaan pendapat yang masing-masing merasa paling benar sehingga menimbulkan ketegangan.
2.      Adanya salah paham.
3.      Salah satu atau dua pihak merasa dirugikan.
4.      Terlalu sensitive.
Konflik yang terjadi di lembaga-lembaga pada umumnya dikarenakan:
1.      Adanya perbedaan persepsi terhadap suatu pekerjaan,
2.      Perbedaan sifat dan karakteristik yang ada pada setiap individu,
3.      Terjadinya salah paham dalam komunikasi,
4.      Perbedaan nilai, pandangan dan tugas,
5.      Tidak menyetujui terhadap butir-butir yang terdapat dalam hasil keputusan,
6.      Adanya frustasi dan kejengkelan terkait dengan masalah pribadi yang dialaminya,
7.      Berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam kerja team,
8.      Persaingan memperebutkan status/promosi, berkurangnya sumber-sumber tertentu.
C.    Jenis-Jenis Manajemen Konflik
Dalam manajemen knflik memiliki jenis atau bentuk konflik yang sering terjadi dilapangan baik dari segi pelaku ataupun dari perannya. Menurut G. Owens menyebutkan bahwa konflik dapat terjadi antara seseorang atau unit-unit social yang disebut dengan konflik interpersonal, intergroup, dan internasional. Adapun tingkatan dari manajemen konflik itu sendiri terdiri dari:
1.      Konflik interpersonal, suatu konflik yang terdiri didalam diri seseorang.
2.      Konflik intergroup, suatu konflik yang terjadi antara dua individu atau lebih.
3.      Konflik intragroup, konflik antara dua atau beberapa orang dalam satu group.
4.      Konflik intergroup, konflik yang terjadai antar kelompok.
5.      Konflik intraorganisasi konflik yang terjadi antarunit dalam organisasi.
6.      Konflik interorganisasi, yaitu konflik yang terjadi aantar organisasi.[6]
Jenis dan bentuk konflik itu memiliki implikasi dan konsikuensi bagi manajer lembaga pendidikan islam. Hal ini karena mamajer memiliki peran yang fungsional dalam mengelola konflik dan diharapkan mampu mengelolanya sebaik mungkin sehingga menghasilkan kepuasan bagi semua pihak, terutama pihak yang berkonflik.
Adapun kegiatan-kegiatan atau tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam manajemen konflik meliputi:
1.      Perencanaan analisis konflik,
2.      Penilaian konflik, dan
3.      Pemecahan konflik.
D.    Problematika Manajemen Konflik dalam Pendidikan Islam di Lingkungan Pesantren
Di dalam sebuah konflik dapat menimbulkan beberapa kemungkinan mengenai akibat-akibat atau resiko tertentu dan bahkan bisa terdapat kemungkinan menimbulkan hal-hal yang positif. Konflik yang dapat menguntungkan kegiatan organisasi atau perorangan apabila hal tersebut dapat merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru untuk meningkat efisiensi dan efektivitas kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah, dan menjaga agar kelompok selalu memperdulikan berbagai kepentingan anggota. Oleh karena itu, kemunculan sebuah konflik timbul tergantung pada manajemennya sendiri.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh G.W. Alloprt yang dikutip oleh Hanson, menyatakan bahwa semakin banyak sarjana social yang memaparkan bahwa konflik itu sendiri bukan kejahatan, tetapi lebih merupakan suatu gejala yang memiliki pengaruh-pengaruh konstruktif atau destruktif, tergantung pada manajemennya.[7]
Ada beberapa pandangan dalam konflik yang menimbulkan perbedaan sehingga berpengaruh ganda konflik, diantaranya:
a.       Pandangan pertama menganggap bahwa konflik merupakan suatu gejala yang membahayakan dan pertanda instabilitas organisasi/lembaga.
b.      Pandangan kedua beranggapan bahwa konflik itu menunjukkan adanya dinamika di dalam organisasi/lembaga, yang bisa mempertahankan pada kemajuan.[8]
Dari kedua pandangan diatas terdapat usaha memacu kemajuan sebagai respons positif terhadap adanya konflik tersebut. Dengan demikian, dengan adanya kedua pandangan tersebut dapat disatukan dengan sebuah kesepakatan yaitu adanya manajemen konflik.
Konflik itu muncul karena dipicu oleh beberapa sumber. Menurut Wahjosumidjo yang dikutip oleh Mujamil Qomar dalam bukunya yang berjudul manajemen pendidikan islam menyebutkan bahwa” konflik itu sendiri terjadi selalu bersumber pada manusia dan perilakunya, disamping pada struktur organisasi dan komunikasi”. Khusus didalam lembaga pesantren, laporan hasil penelitian dari Hamdan Farchan dan Syarifudin menyatakan bahwa akar konflik didunia pesantren berdasarkan dari konflik keluarga, konflik politik, perebutan pengakuan umat, feodalisme, dan manajemen.[9]
Sebagaimana yang terjadi didalam pesantren terdapat beberapa sumber konflik yang penyebabnya bersumber pada manusia. Hal ini terjadi akibat dari tingkah laku manusia yang kurang sehat sehingga masalah yang sederhana hmenjadi besar karena pengaruh dari berbagai provokasi. Pemahaman “konflik” di lembaga pesantren selama ini lebih banyak diartikan secara tradisional, yang menganggap bahwa konflik adalah hal yang tidak perlu dan bahwasanya ia merupakan suatu yang merugikan. Dengan berlangsungnya waktu sudah seharusnya sikap orang tentang konflik dalam pesantren mengalami perubahan. Pandangan yang berlaku sekarang adalah bahwasanya konflik-konflik di dalam pesantren merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dan bahkan konflik-konflik itu perlu, terlepas dari bagaimana lembaga tersebut dimanaj, didesain dan dioperasikan.
Kiranya tidak akan ada yang menyanggah kebenaran pendapat yang menyatakan bahwa agar evektifitas lembaga dapat dipertahankan dan kekompakan ditingkatkan, konflik yang timbul baik pada tingkat individual, tingkat kelompok dan antar kelompok harus diselesaikan. Penyelesaian dimaksud tidak harus berarti bahwa konflik dikurangi atau dihilangkan sama sekali, melainkan dikelola (dimanaj) sedemikian rupa sehingga meningkatkan efektivitas individu, kelompok dan organisasi.[10]
Menurut Mastuhu (lihat Manfred Oepen, 1988;280-288) ada 10 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren. Kesepuluh prinsip itu menggambarkan kira-kira 10 ciri utama tujuan pendidikan pesantren, antara lain sebagai berikut:
  1. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran agama Islam.
  2. Memiliki kebebasan yang terpimpin.
  3. Berkemampuan mengatur diri sendiri.
  4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.
  5. Menghormati orang tua dan guru.
  6. Cinta kepada Ilmu.
  7. Mandiri. Jika mengatur diri sendiri kita sebut otonomi, maka mandiri yang dimaksud adalah berdiri atas kekuatan sendiri.
  8. Kesederhanaan.  Dilihat secara lahiriah sederhana memang mirip dengan miskin. Padahal yang dimaksud dengan sederhana di pesantren adalah sikap hidup, yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi, secara wajar, proporsional, dan fungsional.[11]
Secara lebih tegas hendak kita mengusulkan agar dirancang kerjasama yang erat antara lembaga pendidikan sekolah dengan pesantren. Secara lebih tegas diusulkan juga hendaknya para pengeritik kiai dan atau pesantren berpikir lebih menegara bahkan lebih mendunia; dengan cara berpikir seperti itu orang dapat memperoleh kemampuan mendahulukan yang penting dan membelakangkan yang kurang penting. Dalam hal ini rekayasa budaya yang Pancasialis lebih luas dampak positifnya ketimbang menghilangkan hal-hal yang dianggap oleh sebagian orang sebagai bid’ah.[12]
Dalam lingkungan pesantren ternyata memiliki tahapan tersendiri dalam menyelesaikan konflik yang tidak lazim terjadai dilembaga pendidikan lainnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penyelesaian konflik  melibatkan kultur yang telah mentradisi. Hal ini karena bagi mereka tradisi merupakan jembatan dalam meminimalisasi konflik yang terjadi diantara mereka. [13]
E.     Kelemahan dan Kelebihan
Didalam menejemen konflik khususnya di lembaga pesantren terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya meliputi adanya kegigihan dan kerjasama antar pihak yang terkait terjadi kompromi dan  kolaborasi yang bertujuan untuk pemecahan masalah yang paling efektif. Sedangkan kekurangan didalam lembaga pesantren suatu pemecahan masalah masih bersifat tradisional karena tradisi bagi mereka memiliki posisi yang sangat kuat dan fungsi yang jelas termasuk sebagai jembatan dalam meminimalisasi konflik yang terjadi. Hal ini menyebabkan adanya pandangan buruk atau ketidaklaziman dilembaga pendidikan lainnya.

















PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk mengendalikan konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal. Konflik yang terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat yang masing-masing merasa paling benar sehingga menimbulkan ketegangan, adanya salah paham, salah satu atau dua pihak merasa dirugikan dan terlalu sensitive. Konflik dapat terjadi antara seseorang atau unit-unit social yang disebut dengan konflik interpersonal, intergroup, dan internasional. Konflik dapat menguntungkan kegiatan organisasi atau perorangan apabila dapat merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru untuk meningkat efisiensi dan efektivitas kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah, dan menjaga agar kelompok selalu memperdulikan berbagai kepentingan anggota. Konflik memiliki dampak positif tergantung manajemennya sendiri.



















DAFTAR PUSTAKA
Mulyono. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2009.
Mustafidin, Ahmad.”Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal Jawa Tengah)”. Skripsi S1 . Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo. 2004. 
Qamar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam . Jakarta: Erlangga. 2007.
Suharsimi Arikunto dkk, Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media. 2009.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Presfektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1992.




[1]Mujamil Qamar, Manajemen Pendidikan Islam  (Jakarta: Erlangga 2007). Hal. 3
[2] Suharsimi Arikunto dkk, Manajemen Pendidikan  (Yogyakarta: Aditya Media 2009). Hal. 2
[3]Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan (Yogyakarta: ar-ruzz media 2009). Hal. 17
[4]Suharsimi Arikunto dkk, Manajemen …….. Hal. 3
[5] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 235.
[6] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 237-238
[7] Ibid, hal 235
[8]  Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 236
[9] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 237

[10] Ahmad Mustafidin, 2004, ”Manajemen Konflik Relevansinya Dengan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal Jawa Tengah)”. Skripsi S1 . Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo.
[11] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Presfektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1992). Hal 201
[12] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan …………. Hal 197
[13] Mujamil Qamar, Manajemen……hal. 245

Tidak ada komentar:

Posting Komentar